Selasa, 10 Februari 2009

Jangan usik Tari Jaipong

Muncul keresahan baru di kalangan seniman sunda setelah keluarnya pernyataan dari Gubernur Jabar Ahmad Heryawan. Seperti dilansir di harian PR http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=58053 sbb.

Soal Jaipongan, Seniman Siap Temui Gubernur

BANDUNG, (PR).-
Menyikapi kontroversi seputar imbauan Gubernur Jawa Barat tentang tari jaipongan yang berkembang akhir-akhir ini, para seniman sepakat untuk bertemu langsung dengan Gubernur Ahmad Heryawan. Pertemuan itu diperlukan untuk mengklarifikasi duduk persoalan agar tidak berlarut-larut sehingga citra kesenian khas Sunda tersebut tetap terjaga.

Demikian benang merah pertemuan sejumlah tokoh dan seniman Jawa Barat di rumah Gugum Gumbira, Jln. Kopo 15 Bandung, Minggu (8/2) malam. Pertemuan dihadiri Tjetje H. Padmadinata, Uu Rukmana, Enoch, Memet Hamdan, Dana Setia, Yayat Hendayana, Nano S., Eka Gandara, Kang Ibing, Asep Teruna, Endang Catur Wati, Yeti Mamat, Miming, dan sejumlah tokoh lainnya.

"Saya menilai Gubernur sebagai apresiator yang baik. Beliau mau memberikan penilaian kondisi tarian jaipongan pada masa kini," ujar Gugum Gumbira, koreografer tari jaipongan.

Menurut Gugum, tari jaipongan saat ini telah mengalami pergeseran dan cenderung mengeksploitasi gerakan 3G (goyang, gitek, geol) secara berlebihan. Namun, dia menyayangkan penilaian itu hanya ditujukan kepada tari jaipongan, tidak terhadap kesenian lain, misalnya musik dangdut, seni lukis, seni patung dan lainnya.

"Kami siap bertemu dengan Gubernur, kapan pun. Kami siap diajak bicara dan menerangkan duduk perkara. Pertemuan ini penting untuk membuat jelas persoalan," katanya.

Sependapat dengan Gugum, Ketua STSI Bandung, Enoch mengatakan bahwa esensi dari karya kesenian adalah kejujuran dari penciptanya. "Seperti halnya jaipongan karya Kang Gugum, merupakan suatu bentuk karya seni yang jujur dari penciptanya. Tarian itu diambil dari sejumlah seni tari yang tumbuh dan berkembang di masyarakat," ujarnya.

Oleh karena itu, khusus untuk imbauan Gubernur, harus dikembalikan pada porsi yang sebenarnya antara suka dan tidak suka. "Hanya kebetulan dalam hal ini Gubernur yang bicara," ujar Enoch.

Sementara Dana Setia, mantan Kepala Seksi Kesenian pada Kanwil Budpar tahun 1980-an mengatakan, kasus yang menimpa jaipongan merupakan pengulangan saat Jabar dipimpin H. Aang Kunaefi. "Jalan satu-satunya adalah dilakukan pertemuan antara gubernur dan para seniman, agar jelas duduk permasalahannya," ujar Dana.

Siap bertemu

Sementara itu, Uu Rukmana mengatakan, Gubernur siap untuk berbicara dengan para seniman. Menurut Uu, Gubernur tidak pernah mengeluarkan pernyataan melarang tari jaipongan. "Bahkan Gubernur siap untuk dipertemukan dengan para seniman," ujarnya.

Gubernur, kata Uu, sangat menyenangi tari jaipongan sejak kecil hingga kini. Tari jaipongan mengingatkan dirinya saat menonton Gugum Gumbira menari jaipongan dengan Tati Saleh (almarhumah) dulu. "Untuk lebih jelasnya, Gubernur nanti yang akan menjelaskan langsung kepada para seniman," ujar Uu.

Seniman Sunda, Nano S. mengharapkan agar pernyataan Gubernur di sejumlah media massa itu diambil hikmahnya. "Hikmah yang diambil adalah agar ke depan Gubernur mau memperhatikan nasib para seniman. Pelajaran yang diambil adalah jangan sampai kehidupan seniman dipermasalahkan. Karena tanpa dipermasalahkan saja, kehidupan seniman sudah sulit," ujarnya. (A-87/A-165)***

Di harian Koran Tempo (Selasa, 10 Februari 2009), diberitakan juga sbb.


2 komentar:

Nanda PST'06 mengatakan...

saya sependapat Dana Setia bahwa perlu adanya pertemuan antara gubernur dengan para seniman perihal permasalahan tentang klaim tari jaipong yang belakangan diisukan erat kaitannya dengan 3G (GOYANG, GITEK,GEOL). dengan adanya pertemuan ini diharapkan menghasilkan titik temu agar kesenian yang sudah ada sejak nenek moyang dulu ini tidak punah keberadaannya di mata masyarakat, serta tetap mempertahankan esensi keseniannya.
saya sebagai seorang mahasiswi seni tari juga menyayangkan jika kesenian yang mempunyai nilai tinggi seperti tari jaipong ini punah begitu saja.......

Anonim mengatakan...

Setuju untuk neng Nanda, di tengah derasnya arus budaya asing, budaya lokal harus tetap lestari. Masalah norma (hukum, agama, etika) dan selera semua diserahkan kepada masyarakat untuk menilainya.